Jangan salah, Tunanetra juga bisa baca buku. Begini caranya

Hallo teman-teman, apa kabarnya? Semoga kebaikan selalu menyertai kalian ya, ammiinn. Postingan Dunia Tunanetra kali ini akan sedikit sharing tentang

Hallo teman-teman, apa kabarnya? Semoga kebaikan selalu menyertai kalian ya, ammiinn.

Postingan Dunia Tunanetra kali ini akan sedikit sharing tentang bagaimana sorang tunanetra bisa mengakses buku. Shareing lo ya ini, bukan curhat lo ini, jangan salah.

Ya, berawal dari teringat masa SD dulu, sering banget denger kata-kata, pepatah, atau apalah itu namanya, yang katanya "buku itu jendela dunia" gitu, saya jadi ngebayangin kalau saya yang notabene sorang tunanetra harus bagaimana untuk bisa menemukan jendela dunia tersebut. Paham kan maksudnya?

Ok, paragrap yang sebelumnya sepertinya nggak penting, kamu boleh melewatinya, kalau sudah terlanjur dibaca ya ngak apa-apa, wong itu juga sudah terlanjur terketik, buat apa coba kalau nggak dibaca, iya kan?

Cara Tunanetra Mengakses/Membaca Buku

Berikut ini cara tunanetra dalam mengakses atau membaca buku:

1. Mengakses Buku melalui Aksara Braille

ilustrasi huruf braille

Sebelum maraknya perkembangan teknologi screen reader braille, inilah satu-satunya media bagi tunanetra untuk mengakses buku. Bentuk tulisan timbul yang diciptakan oleh Louis Braille pada awal abad ke-19 ini, sejarah huruf brail sepertinya sudah lekat sekali dengan penyandang tunanetra, bisa dibilang ingat tunanetra pasti ingat tulisan brail, iya kan? Walau sebenarnya, tidak semua orang tau seperti apa bentuk tulisan braille ini.

Kemudian bagaimana caranya para tunanetra pada masa itu bisa menikmati berbagai buku sebagaimana yang dibaca orang orang? Ketika era screen reader belum dimulai ini, para tunanetra ketika ingin mengakses buku masih terbatas pada terbitan terbitan buku yang ada edisi terbitan versi Braillenya. Namun, sangat disayangkan minim sekali buku-buku yang terbit disertai dengan edisi cetak Braille. Sekalipun ada, distribusi dan ketersediaannya sangat terbatas. Sehingga, sangat sulit untuk mendapatkannya, dan alhasil pada masa ini para tunanetra sangat sulit untuk mendapatkan buku yang sesuai dengan apa yang mereka inginkan dan butuhkan.

2. Buku Suara (Audio Book)

ilustrasi kaset pita

Selain buku Braille, seiring dengan berkembangnya teknologi audio recording, sebelum majunya teknologi screen reader dikenal juga adanya buku suara atau audio book. Apa buku suara itu? Buku suara atau audio book adalah sebuah buku edisi cetak yang dibaca untuk direkam. Cara pakainya gimana? Ya tinggal play hasil rekaman pembacaan sebuah judul buku dan tinggal mendengarkan. Aduh enak kayak lg didongengin ya. Iya sampe kadang cuma ketiduran dan nggak tau apa isi bukunya. Hehee.

Pengalaman penulis sendiri, dari satu bab sebuah judul buku yang panjang itu bisa terdiri dari beberapa keping kaset, apalagi saat itu masih berupa kaset pita, aduh berantakan pokoknya deh. Apa itu kaset pita? Eh iya anak-anak sekarang kayaknya nggak ngerti apa itu kaset pita, tapi maaf nak, saya gak mau jawab, nanti kalau tak jawab, kamu malah nanya-nanya "dulu kalo mau fb-an pake apa?" Terus nya lagi, "apa telpon koin bisa buat video call?" "Apa wartel itu jual pulsa?" Sudahlah nak, itu jaman dulu banget, aku nggak mau, nanti kamu nanya-nanya soal dingdong, game watch, ular tangga, dll, sudah, sudah, kita nggak lg bahas itu, hehe, maaf ngelantur.

Oh iya, tidak jauh berbeda dengan buku Braille, audio book ini pun sangat minim ketersediaannya, bahkan lebih sedikit jumlahnya daripada buku cetak Braille, apalagi buku porno, gak bakalan ada deh edisi audio booknya. Ups, hehee maaf bercanda.

3. Mengakses Buku menggunakan Komputer Bicara

ilustrasi computer bicara

Teknologi semakin berkembang, pada sekitar awal tahun 90-an munculah istilah komputer bicara atau komputer suara. Apa itu komputer bicara? Tak ada yang beda dari komputer bicara, komputer bicara juga komputer yang seperti para pembaca miliki atau komputer sebagaimana umumnya. Tunanetra hanya perlu satu software tambahan, yaitu speech screen reading software atau screen reader (pembaca layar berbasis teknologi suara sintetis).

Pada era ini, Speech technology telah memungkinkan untuk mengubah teks menjadi suara. Intinya, Dengan xcreen reader, semua yang tampil di layar komputer akan diubah menjadi suara, sehingga tunanetra dapat mengaksesnya melalui pendengaran. Dan Dengan adanya komputer bicara ini tunanetra jadi memiliki akses ke Internet, soft copy, dan bahkan dokumen versi cetak (printed materials), dan termasuk bisa bikin postingan ini! Horeee! Backsound mana backsound?.

Ada banyak software pembaca layar yang diproduksi dan dipasarkan, akan tetapi yang paling populer adalah JAWS yang dikembangkan oleh Freedom Scientific sejarah JAWS yang merupakan software berbayar. . Sedangkan untuk software yang gratis dan tidak kalah bagus adalah NVDA yang merupakan software open source NBDA screen reader gratis pengganti screen reader berbayar.

Screen reader ini dapat dinafigasi untuk membaca layar per huruf, kata, kalimat, baris, paragraf, atau seluruh layar tanpa henti bagaimana saya mengoprasikan komputer?.

Lalu bagaimana caranya mengakses buku dengan komputer bicara? Untuk mengakses atau membaca buku menggunakan komputer bicara perlu adanya scanner sebagai alat bantu tambahan serta software Optical Character Recognition (OCR) yang harus terpasang di komputer.

Software OCR ini berfungsi untuk mengkonversi hasil pemindaian (scanning) yang berupa image menjadi text karakter atau huruf. Sedangkan Software OCR yang dapat digunakan diantaranya adalah Omnipage, Fine Reader, dan OpenBook. Jadi, ketika akan membaca sebuah buku, seorang tunanetra harus memindai buku tersebut halaman demi halaman dan kemudian file hasil pindahan (scanning) dibuka melalui software OCR untuk kemudian dibaca dengan screen reader.

Dengan hadirnya komputer bicara ini, tentu saja akan bisa mengurangi ketergantungan tunanetra pada orang awas ketika akan membaca sebuah buku, serta yang jelas tunanetra tidak lagi terbatas hanya pada buku Braille dan audio book saja, tetapi tunanetra akan menjadi lebih mudah mengakses buku cetak secara lebih luas dan lebih mandiri. Setuju kan?

Mengakses buku/media cetak menggunakan Smart Phone

ilustrasi smartfon

Kemajuan teknologi telepone genggam yang sangat pesat beberapa tahun terahir ini pun memunculkan sebuah cara lagi bagi tunanetra ketika akan membaca sebuah buku.

Untuk membaca buku ataupun media cetak menggunakan smart phone, tunanetra bisa menggunakan smart fone yang sudah dilengkapi dengan aplikasi scanner/OCR. Untuk phonsell i-Phone misalnya, tunanetra bisa menggunakan aplikasi Prizmo atau aplikasi KNFB Reader.

Sedangkan untuk langkah penggunaanya, tak jauh berbeda dengan ketika membaca buku menggunakan PC. Hanya, untuk scaning pada smart fone yang digunakan adalah kamera hp, yang kemudian akan dikonfersi oleh aplikasi OCR dan kemudian bisa dibaca oleh screen reader hp.

Lalu Agar pemindaian dengan i-Phone hasilnya dapat lebih baik, tunanetra dapat menggunakan alat bantu yang dirancang khusus untuk memfokuskan sasaran/objek pemindaian.

Salah satu contoh alat bantu pemokusan objek ini adalah ScanBox. Caranya, media cetak yang akan pindai diletakkan di dalam kotak Scanbox tersebut, kemudian i-Phone diletakkan di atas alat tersebut dengan kamera belakang diposisikan pada lubang yang disediakan khusus untuk itu.

Terlebih dahulu, aktifkan aplikasi Prizmo, lalu ketuk dua kali pada tombol “take picture”. Hasilnya, jreng, yang berupa teks, akan dibacakan oleh screen reader bawaan Prizmo, atau dapat juga dibaca oleh VoiceOver, yaitu screen reader bawaan i-Phone.

Kesimpulan

Dari semua metode yang telah dibahas, jelas bahwa meskipun tunanetra menghadapi tantangan dalam mengakses buku dan media cetak, namun dengan perkembangan teknologi, mereka memiliki banyak pilihan untuk tetap menikmati kegiatan membaca. Dari Braille hingga komputer bicara dan aplikasi modern pada smartphone, setiap perkembangan telah membuka pintu untuk akses yang lebih luas dan mandiri bagi tunanetra.


Demikianlah postingan tentang bagaimana caranya sorang tunanetra bisa membaca buku ataupun text dalam versi cetak. Semoga artikel ini bermanfaat bagi semua pembaca, dan mari kita dukung terus kemajuan teknologi untuk inklusi yang lebih baik.