Sejarah Bedug: Perpaduan Budaya dan Religi di Masjid Indonesia

- Terbit di Sejarah oleh - Permalink

sejarah bedug

Bedug, alat musik tradisional yang identik dengan masjid ini, memiliki sejarah panjang dan kaya akan akulturasi budaya. Lebih dari sekadar alat musik, bedug menyimpan makna religius dan menjadi simbol penting dalam tradisi Islam di Indonesia.

Menelusuri Jejak Sejarah Bedug

Sebelum Islam masuk ke Indonesia, bedug telah memainkan peran penting dalam kehidupan masyarakat. Dikenal sebagai alat komunikasi dan penanda waktu, bedug digunakan untuk menyampaikan informasi penting seperti:

  • Perang: Bunyi bedug yang bertalu-talu menandakan adanya serangan musuh, sehingga masyarakat dapat bersiap untuk menghadapinya. Contohnya, di daerah Jawa, bedug digunakan untuk mengabarkan serangan Mataram terhadap Kesultanan Banten pada abad ke-17.
  • Bencana alam: Bedug dibunyikan untuk memperingatkan masyarakat tentang terjadinya bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, atau banjir. Contohnya, bedug dibunyikan di pesisir pantai Jawa untuk memperingatkan masyarakat tentang datangnya tsunami akibat letusan Gunung Krakatau pada tahun 1883.
  • Waktu salat: Di beberapa daerah, bedug digunakan untuk menandai waktu salat, khususnya salat subuh dan magrib. Contohnya, di pedesaan Jawa, bedug dibunyikan sebelum salat subuh untuk membangunkan masyarakat dan mengingatkan mereka untuk bersiap-siap salat.

Bukti sejarah menunjukkan keberadaan bedug sejak abad ke-14 M. Hal ini dibuktikan dengan:

  • Kidung Malat: Karya sastra berbahasa Jawa ini menyebutkan "teg-teg", sebutan lain untuk bedug, yang digunakan untuk menandakan waktu siang. Contohnya, dalam Kidung Malat, diceritakan tentang bedug yang dibunyikan untuk menandakan waktu istirahat bagi para pekerja di sawah.
  • Catatan Cornelis de Houtman: Penjelajah Belanda ini dalam catatan perjalanannya "D'eerste Boek" (Buku Pertama) menceritakan tentang keberadaan bedug yang sudah meluas di Banten pada abad ke-16 M. Contohnya, de Houtman menggambarkan bedug yang digantung di setiap perempatan jalan di Banten dan dibunyikan untuk menandakan waktu salat dan bahaya.

Pengaruh Budaya dalam Bentuk Bedug

Sejarah bedug tidak lepas dari pengaruh budaya China dan India. Kemungkinan besar, tradisi drum China dibawa oleh Laksamana Cheng Ho pada abad ke-15 M, dan kemudian berpadu dengan budaya lokal. Bukti pengaruh China dapat dilihat pada:

  • Kemiripan konstruksi: Bedug Jawa memiliki kemiripan dalam cara pemasangan tali/pasak untuk merekatkan selaput getar ke resonator dengan bedug di Asia Timur seperti Jepang, Cina, atau Korea. Contohnya, bedug di Jawa menggunakan tali yang diikatkan pada pasak kayu yang ditancapkan di sekeliling resonator, mirip dengan bedug di China.
  • Penampilan arca terakota: Arca-arca prajurit berwajah Mongoloid yang ditemukan di situs Trowulan menunjukkan mereka menabuh "tabang-tabang", sejenis genderang yang terpengaruh budaya timur tengah. Contohnya, arca-arca ini menunjukkan teknik menabuh bedug yang mirip dengan teknik menabuh drum China.

Di sisi lain, pengaruh India terlihat pada "tabang-tabang", instrumen musik yang dimainkan orang Cina Muslim di Majapahit. Tabang-tabang sendiri dipengaruhi budaya India dan Semit. Bukti pengaruh India dapat dilihat pada:

  • Perpaduan budaya: Tabang-tabang merupakan perpaduan antara budaya India dan Semit, menunjukkan akulturasi budaya yang terjadi di masa Majapahit. Contohnya, tabang-tabang memiliki bentuk yang mirip dengan drum India, namun dengan hiasan dan ukiran yang terinspirasi dari budaya Semit.
  • Penggunaan oleh Muslim: Tabang-tabang dimainkan oleh orang Cina Muslim di Majapahit, menunjukkan peran mereka dalam menyebarkan budaya Islam dan instrumen musiknya. Contohnya, tabang-tabang sering dimainkan dalam ritual keagamaan Islam di Majapahit, seperti salat Idul Fitri dan Idul Adha.

Bedug Masuk ke Masjid

Peran bedug kemudian berkembang seiring dengan masuknya Islam ke Indonesia. Bedug mulai digunakan di masjid sebagai alat untuk:

  • Memanggil jamaah salat: Bunyi bedug yang khas menjadi penanda bagi jamaah untuk segera menuju masjid dan melaksanakan salat. Contohnya, di masjid-masjid di Jawa, bedug dibunyikan beberapa kali sebelum waktu salat untuk mengingatkan jamaah agar bersiap-siap.
  • Menandai waktu salat: Bedug dibunyikan pada waktu-waktu tertentu, seperti sebelum salat subuh, azan, dan iqomah, untuk menandakan dimulainya salat. Contohnya, di masjid-masjid di Indonesia, bedug dibunyikan dengan irama yang berbeda untuk menandakan waktu salat yang berbeda.
  • Memberi pengumuman: Bedug juga digunakan untuk memberikan pengumuman penting kepada masyarakat, seperti kabar duka, berita penting, atau ajakan untuk menghadiri acara keagamaan. Contohnya, di beberapa daerah di Indonesia, bedug dibunyikan untuk mengumumkan kematian seseorang atau untuk mengajak masyarakat untuk menghadiri pengajian.

Status Bedug di Masjid

Bedug di masjid tidak hanya berfungsi sebagai alat musik, tetapi juga memiliki nilai religius dan budaya yang tinggi. Hal ini terlihat dari:

  • Penamaan: Di beberapa masjid, bedug memiliki nama khusus yang menunjukkan penghormatan, seperti "Kyai" atau "Sang". Contohnya, di Masjid Agung Demak, bedug memiliki nama "Kyai Demak".
  • Perawatan: Bedug dirawat dengan baik dan dijaga kebersihannya. Contohnya, bedug di masjid-masjid di Indonesia dibersihkan secara rutin dan dihias dengan berbagai kain dan ornamen.
  • Nilai simbolis: Bedug menjadi simbol persatuan dan kebersamaan umat Islam. Contohnya, di beberapa daerah di Indonesia, bedug dibunyikan bersama-sama oleh masyarakat untuk menyambut bulan suci Ramadhan atau merayakan hari raya Islam.

Kesimpulan

Bedug merupakan alat musik tradisional yang memiliki sejarah panjang dan kaya akan akulturasi budaya. Lebih dari sekadar alat musik, bedug menyimpan makna religius dan menjadi simbol penting dalam tradisi Islam di Indonesia. Bedug tidak hanya berfungsi sebagai alat untuk memanggil jamaah salat dan menandai waktu salat, tetapi juga memiliki nilai simbolis yang tinggi dan dihormati oleh masyarakat.

Referensi:

Semoga bermanfaat.