Artikel ini membahas tentang sejarah dan perkembangan kaset pita, dari masa kejayaannya hingga tergantikan oleh teknologi digital.
Buat yang lahir pada era sebelum dekade 90-an tentu tidak asing dengan benda yang satu ini. Tapi, untuk mereka yang lahir setelah era tersebut pasti akan merasa asing dengan benda tersebut, Apalagi, untuk generasi 2010 hingga generasi sekarang, akan lebih merasa asing lagi.
Sebenarnya mungkin benda yang satu ini saat ini masih ada dan masih bisa digunakan. Akan tetapi, sepertinya sudah jarang sekali dan sudah tak sepopuler seperti pada masa kejayaannya.
Nah, pada kesempatan artikel kali ini Aun akan sedikit mengulas kaset pita ini. Sekedar untuk bernostalgia bagi yang mengalami, dan sebagai penambah pengetahuan buat kamu yang tidak mengalami.
Apakah kaset itu?
Compact Cassette, yang biasa disebut kaset, pita kaset, atau tape adalah media penyimpan data yang umumnya berupa lagu. Sedangkan kata "Kaset" itu sendiri, berasal dari bahasa Perancis, yakni cassette yang berarti "kotak kecil".
Kaset yang Merupakan pita magnetik yang mampu merekam data dengan format suara (audio) ini, setidaknya Dari tahun 1970 hingga 1990-an menjadi salah satu format penyimpanan media yang paling umum digunakan dalam industri musik kala itu.
Kaset ini terdiri dari kumparan-kumparan kecil. Kumparan-kumparan dan bagian-bagian lainnya ini terbungkus dalam bungkus plastik berbentuk kotak kecil dan berbentuk persegi panjang.
Didalam kotak tersebut terdapat sepasang roda putaran untuk pita magnet. Pita ini akan berputar dan menggulung ketika kaset dimainkan atau merekam. Ketika salahsatu roda putar pita bergerak ke salah satu arah, maka roda pita yang lainnya bergerak ke arah yang lain. Hal ini membuat kaset dapat dimainkan atau merekam di kedua sisinya. Contohnya, side A dan side B.
Sejarah dan Asal Usul Kaset Pita
Kaset pertama kali diperkenalkan oleh Phillips pada tahun 1963 di Eropa dan tahun 1964 di Amerika Serikat dengan nama Compact Cassette. dan semakin populer di industri musik selama tahun 1970-an hingga ahirnya perlahan-lahan mampu menggeser kepopuleran dan fungsi piringan hitam.
Produksi besar kaset diawali pada tahun 1964 di Hanover, Jerman. Pada awalnya, kualitas suara pada kaset ini tidak terlalu bagus untuk musik. Bahkan beberapa model awal tidak memiliki rancangan mesin yang baik.
Hingga pada ahirnya pada tahun 1971, The Advant Corporation memperkenalkan model terbarunya, Model 201, yang menggabungkan Dolby tipe B pengurang gangguan (noise) dengan pita kromium dioksida.
Dengan teknologi yang lebih baik tersebut, maka sejak itu, kaset mulai bisa digunakan dalam industri musik secara serius, dan dimulailah era kaset berketepatan tinggi.
Selama tahun 1980-an, popularitas kaset tumbuh semakin pesat karena hadirnya rekorder poket portabel pemutarnya seperti Sony’s Walkman.
Seperti radio yang menyediakan musik pada 1960-an, pemutar CD portable pada 1990-an, dan MP3 player pada 2000-an, kaset memegang peran besar dalam dunia musik pada 1980-an dan 1990-an. bahkan, di era setelah 2000-an pun, kaset masih menjadi salah satu alternatif media musik.
Selain itu, Lepas dari segi tekniknya, keberadaan kaset juga berdampak pada perubahan sosial. Keawetan kaset serta kemudahannya untuk dikopi berperan di balik berkembangnya musik punk dan rock.
Kaset seakan-akan menjadi pijakan bagi generasi muda di kebudayaan barat. Untuk alasan yang sama pula kaset berkembang pesat di negara-negara berkembang.
Pada tahun 1970-an misalnya, kaset dianggap membawa pengaruh buruk sekularisme di kalangan masyarakat religius India. Pada masa itu, Teknologi kaset menciptakan pasar yang membludak bagi musik pop di India, menimbulkan kritik dari kaum konservatif dan di waktu yang sama menciptakan pasar besar yang melegitimasi perusahaan-perusahaan rekaman dan pembajakan kaset.
Tipe - Tipe KAset
Goresan-goresan yang terdapat pada permukaan kaset menjadi indikasi tipe kaset. Misal, Kaset yang paling tinggi, hanya memiliki goresan lindungan tulisan merupakan kaset tipe I, lalu kaset dengan goresan tambahan untuk goresan lindungan tulisan merupakan tipe II, dan dua tipe kaset berikutnya merupakan perpaduan antara kaset tipe II dengan sepasang tambahan di tengah-tengah kaset merupakan tipe IV.
Adapun Materi magnet original pada kaset adalah gamma ferik oksida (Fe2O3). Pada 1970, Perusahaan 3M telah mengembangkan kobalt yang dikombinasikan dengan lapisan ganda untuk meningkatkan level output pita kaset secara keseluruhan. Produk ini dipasarkan dengan label “High Energy” di bawah brand Scotch.
Di saat yang sama, BASF memperkenalkan kromium dioksida (CrO2) yang pelapisannya menggunakan magnetit (Fe3O4). Sedangkan Pada tahun 1974, TDK memperkenalkan [[avylin]] yang terbukti sangat sukses. DanPada tahun 1979, akhirnya 3M memperkenalkan partikel metal murni yang dinamakan metafine.
Adapun kaset-kaset yang sekarang umum dijual terdiri dari ferik oksida dan kobalt yang dicampur dan diproses, karena sangat jarang ada kaset yang dijual yang menggunakan CrO2 murni sebagai lapisannya.
Perkembangan kaset pita di Indonesia
Bagaimana dengan perkembangan kaset pita didalam negeri?
Sebelum 1970-an, dunia musik tanah air menggunakan piringan hitam sebagai sarana untuk mengekspresikan musik. Adapun Lokananta di Surakarta dan Irama di Menteng Jakarta, adalah merupakan dua perusahaan rekaman pertama di Indonesia.
Lokananta, yang merupakan milik pemerintah, berdiri pada tahun 1957, Bertugas untuk memproduksi dan menduplikasi piringan hitam. Namun di tahun 1970-an akhirnya produksi pun bergeser dari piringan hitam ke kaset.
Sedangkan Remaco, yang pada masa itu merupakan salah satu perusahaan rekaman besar di Indonesia, mengalami kerugian pada masa awal munculnya kaset di tahun 1970-an. Lagu-lagu dalam piringan hitamnya dibajak ke dalam kaset. Meskipun pada akhirnya Remaco pun memproduksi kaset karena kaset merupakan teknologi yang lebih murah dan praktis dibandingkan dengan piringan hitam yang mahal dan rumit.
Meskipun awalnya perusahaan-perusahaan rekaman tersebut mengeluh atas munculnya kaset yang membajak piringan hitam, akhirnya mereka pun—sekaligus perusahaan yang baru muncul—berpaling dan menikmati suatu teknologi baru bernama ‘kaset’ tersebut.
Kala itu, Kaset meledak di mana-mana. Para musisi baru di ‘era kaset’ bermunculan dan perlahan menggeser musisi-musisi ‘era piringan hitam’. Sebut saja Koes Plus, Broery Marantika, dan Emilia Contessa.
Selain itu, dalam perkembangan kaset di Indonesia, kaset tidak hanya digunakan dalam industri musik. Kaset juga biasa digunakan untuk dakwah-dakwah agama berupa rekaman ceramah oleh seorang rohaniawan. Bahkan, kaset juga dimanfaatkan untuk rekaman dongeng untuk anak-anak, kesenian daerah seperti ketoprak dan wayang, serta banyak yang lainnya.
Ahir dari kepopuleran kaset
seiring berkembangnya teknologi dan inovasi-inovasi baru di bidang musik, di pertengahan 1990-an, kaset mengalami masa-masa akhir kejayaannya.
Masuknya compact disc (CD) ke Indonesia menyediakan alternatif baru dan canggih bagi para penikmat musik kala itu.
Kualitas suaranya yang lebih jernih, pemilihan pemutaran lagu yang lebih mudah dan cepat menjadi beberapa kelebihan CD dibandingkan kaset. Namun, kaset tetap diminati karena pada saat itu harganya yang relatif masih lebih murah dibandingkan CD.
Hingga ahirnya pada tahun 2000-an, kaset pun makin tergencet oleh perkembangan CD. Pada masa itu, Perusahaan-perusahaan rekaman di tanah air telah menjadikan CD sebagai sarana rekaman musik. Alhasil, kaset pita pun nasibnya sama seperti pendahulunya, yaitu piringan hitam.
Semoga bermanfaat